Pedoman Dalam Menerjemahkan Puisi : Di dalam menerjemahkan puisi, ada dua hal yang pantas diperhatikan dengan baik: metafora, ungkapan dan bunyi. Di dalam kehidupan sehari-hari ada dua macam metafora atau ungkapan, yakni metafora/ungkapan yang bersifat universal dan metafora/ungkapan yang bersifat terikat oleh budaya.
Seperti yang telah diuraikan di muka, metafora universal adalah metafora yang mempunyai medan semantis yang sama bagi sebagian besar budaya yang ada di dunia ini, sebagai contoh, metafora yang ter kandung dalam kalimat "engkaulah matahariku" ini bersifat universal karena matahari di mana pun mempunyai sifat yang selalu menyinari. Dan sinar pun menjadi simbol universal yang menunjukkan semangat, kesenangan, dan sejenisnya. Jadi, seandainya kita harus menerjemahkan baris puisi yang berbunyi seperti di atas ke dalam bahasa Inggris, dengan cepat kita bisa menerjemahkannya menjadi "You are my sun".
Yang agak merepotkan adalah bila metafora yang harus diterjemahkan itu adalah metafora yang terikat oleh budaya, yakni metafora yang memakai lambang yang mak nanya hanya dimengerti oleh satu budaya saja. Lambang ini mungkin juga mempunyai makna yang lain lagi di dalam budaya yang lain. Untuk menghadapi hal ini, penerjemah bisa melihat seberapa pentingkah metafora itu bagi puisi, atau apakah ungkapan itu metafora umum ataukah murni buatan si penyair sendiri. Tentu saja kedua hal ini meta fora atau ungkapan jenis yang terakhir ini lebih penting untuk dipertahankan.
|
Ilustrasi Pedoman Dalam Menerjemahkan Puisi
|
Metafora Penerjemahan Pusisi
Menurut Peter Newmark (1981, 1988), kalau metafora atau ungkapan itu bersifat umum, meskipun bersumber dari budaya tertentu, si penerjemah bisa mencari padanan metafora di dalam BSa, atau mengubah atau bahkan me nambahkan citraan yang mampu membuat metafora itu bermakna BSa. Sebagai contoh dari ungkapan ma ini adalah ungkapan yang terdapat pada baris berikut.
Masalah kedua adalah penerjemahan bunyi. Dalam menulis puisi, seorang penyair memilih kata-kata tidak hanya dengan pertimbangan makna saja, tetapi juga dengan pertimbangan bunyi sehingga tercipta aliterasi, sajak akhir baris, nuansa suasana, dan lain-lain. Tidak bisa dipungkiri, inilah salah satu faktor yang menyebabkan puisi itu indah. Sementara itu padanan kata di dalam bahasa sasaran jarang sekali mempunyai bunyi yang sama. Oleh karena itu, menurut Theodore Savory (1969), dalam terjemahan puisi bunyi-bunyi itu sering berubah dari aslinya, Maka pola sajak pun ikut berubah pula.
Tidak hanya itu, pasangan kata yang indah karena adanya aliterasi bisa saja menjadi tidak indah di dalam bahasa yang lain. Sebagai contoh, pasangan kata "hourse and hound" dalam bahasa Inggris terdengar cukup indah. Akan tetapi, begitu diterjemahkan ke dalam bahasa Indo nesia menjadi "kuda dan anjing", maka sirnalah keindahan aliterasi dalam baris aslinya.
Adakah penerjermah yang mampu mempertahankan keindahan bunyi ini dalam si tuasi seperti di atas? Oleh karena itu, masalah bunyi dalam terjemahan puisi memanglah penting, tetapi dia tidak men duduki peringkat pertama karena bunyi dan rima ini ha nyalah bagian dari gaya saja. Sedang yang menduduki peringkat pertama tentulah makna. Dengan demikian pe nerjemah memang harus berusaha sebaik mungkin untuk mereproduksi bunyi-bunyi dan rima aslinya dalam BSu, tapi tentu saja tidak boleh memaksakan diri, lebih-lebih kalau sampai menyingkirkan makna.
Rambu-rambu dalam Menerjemahkan Puisi
Secara umum ada dua kegiatan pokok yang dilakukan penerjemah dalam menerjemahkan puisi: membaca dan menulis. Penerjemah membaca dahulu puisi yang ingin diterjemahkan untuk menagkap makna atau pesan yangingin dikatakan oleh si penyair dalam bahasa sumbernya. Dalam tahap ini si penerjemah harus berusaha sedapat dapatnya untuk menagkap makna puisi aslinya dengan segala strategi yang ada. Tidak bisa dipungkiri bahwa hasil akhir pemahaman ini nanti akan beragam dari seorang penerjemah ke penerjemah yang lain. Akan tetapi, inilah bahan yang harus ada untuk ditulis kembali nanti ke dalam bahasa sasaran.
Setelah makna berhasil ditangkap dan segala elemen elemennya dipahami, maka penerjemah bisa memulai kerja menuliskan kembali pesan yang berhasil ditangkap tadi menjadi sebuah puisi berbahasa Indonesia. Dan memang, kualitas puisi hasil terjemahan ini tak bisa lepas dari kualitas penerjemah untuk merasakan keindahan dan mengungkapkan keindahan dengan sarana bahasa. Dari uraian di atas, jelas bahwa seorang penerjemah puisi harus lebih dahulu mampu menangkap pesan penyair dalam bahasa sumber, baru kemudian menuliskannya kembali pesan itu dalam bahasa sasaran.
Dalam tahap membaca, penerjemah tentunya juga memahami elemen-elemen dasar puisinya seperti ungkapan, metafora, rima, struktur dan lain-lain yang merupakan gaya khas penyairnya. Maka, kalau penerjemah meng ikuti pemahaman Nida dan Taber bahwa dalam terje mahan kita harus memperhatikan makna dan kemudian gaya, maka penerjemah harus berusaha sebsa mungkin untuk mempertahankan gaya penyair aslinya juga. Oleh karena itu, menurut Suryawinata, penerjemah puisi paling tidak akan menemui problem-problem dalam hal:
- faktor kebahasaan;
- faktor kesastraan dan estetika;
- faktor sosial budaya.
Faktor kebahasaan akan menyangkut bagaimana pe nerjemah menemukan padanan kata, struktur frase, kali mat, dan, lain-lain dalam bahasa sasaran. Dalam faktor kesastraan, penerjemah akan dihadapkan pada masalah bagaimana menuliskan kembali sebuah puisi dalam bahasa sumber yang indah penuh makna menjadi puisi dengan nilai sastra yang sama dalam bahasa sasaran.
Di dalam puisi itu tentu saja ada makna yang menyi ratkan budaya puisi asli, ada ungkapan dan metafora yang berakar pada budaya penyair asli. Nah, dalarn faktor sosial budaya, penerjemah akan dipaksa menjawab, mampukah dia memindahkan semua ini ke dalam bahasa sasaran se hingga pesan dan keindahan yang dikirim penyair asli bisa sampai pada pembaca dalam bahasa sasaran dengan se lamat. Di sinilah kepiawaian seorang penerjemah benar benar diuji.
Karena peran penerjemah adalah sebagai perantara antara penyair dan pembaca agar pembaca bisa menik mati karya penyair, maka perlu juga memper hatikan kepentingan pembaca dalam porsi yang cukup. Meskipun begitu, dia juga tidak boleh terlalu longgar dalam menerjemahkan sehingga ada hal-hal yang penting dari puisi asli yang tercecer. Dalam hal ini ada seorang ahli satu rambu saja dalam penerje mahan puisi, hormatilah teks aslinya.
Karena penerjemah menghormati teks asli berarti dia akan betul-betul memperhatikan isi puisi asli dan ke inginan penyair meskipun gaya puisi terjemahan mungkin bisa beragam menurut penerjemahannya. Inilah pokok pertama yang harus diperhatikan dalam terjemahan me nurut Nida dan Taber, yaitu makna.
Kalau begitu, bagaimana dengan elemen-elemen puisi yang lain seperti rima, nada bunyi dan lain-lain yang dapat pula disebut gaya? Rambu "hormatilah teks aslinya" mengisyaratkan bahwa penerjemah harus mencari padanannya di dalam bahasa sasaran sebisa mungkin. Kata sebisa mungkin dalam hal ini berarti "tidak harus" tetapi selayaknya diusahakan seoptimal mungkin, terutama kalau itu menyangkut bunyi Bukankah bunyi dalam sebuah puisi sangat mempenga ruhi nada dan suasana puisi yang bersangkutan? Mes kipun begitu penerjemah juga harus mengakui bahwa efek bunyi dalam BSu tidak sama dengan efek bunyi dalam BS Dalam hal ini Peter Newmark (1988) menganjurkan bah wa penerjemah memindahkan tempat kata-kata tertentu untuk mencapai efek bunyi yang sana, atau bahkan meng gantinya dengan bunyi-bunyi yang lain di dalam BSa. Dan hal ini merupakan kesulitan yang tidak remeh.
Oleh karena itu, penerjemah sebaiknya tidak memaksakan mencari padanan bunyi atau mengejar rĂma di akhir baris saja. Kalau hal ini yang dilakukan, ada kemungkinan penerjemah terpaksa menambah beberapa kata baru yang berima dengan kata-kata sebelumnya, agar menjadi persis puisi aslinya. Dengan demikian berarti penerjemah menambah citraan-citraan baru yang tak perlu dalam karya terjemahannya. Dan ini tentunya tidak seperti puisi aslinya. Tentu saja keadaan yang demikian tidak menghormati teks asli.
Memang bukan hal yang gampang dalam menerjemahkan teks khususnya teks-teks sastra seperti puisi, butuh keahlian khusus. Penerjemah yang handal biasanya dimiliki oleh Jasa Penerjemah Resmi Tersumpah yang mempunyai tim ahli pada kasus tertentu.